Dalam persoalan akhlak,
manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak
yang baik serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak mearupakan
dimensi nilai dari syariat Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh
nilai akhlak. Jika syariat berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah,
maka akhlak menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat
dari keikhlasannya, sholat dilihat dari kekhusuannya, berjuang dilihat dari
kesabarannya, Haji dilihat dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari konsistensinya
dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek mana dari mana dan untuk apa,
jabatan dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan, bukan apa yang diterima. Dengan
demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam, maka
Islam sebagai Agama yang bias dilihat dari berbagai dimensi, sebagai keyakinan,
sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam sebagai aturan atau sebagai
hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusa. Sebagai aturan, Agama
berisi perintah dan larangan, ada perintah keras (wajib) dan larangan keras
(haram), ada juga perintah anjuran (sunnah) dan larangan anjuran (makruh).
Apalagi pada zaman
sekarang ini, banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Disatu
sisi, kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama
ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah
akhlak kurang diperhatikan, sehingga tidak dapat disalahkan bila ada
keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awam, seperti ungkapan, “wah udah
ngerti agama kok kurang ajar sama orang tua”, atau ucapan: “dia sih agamanya
bagus, tapi sama tetangga tidak pedulian”, dan lain-lain.
Seharusnya,
ucapan-ucapan seperti ini atau pun semisal dengan ini menjadi cambuk bagi kita
untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak Islam, bukanlah agama yang
mengabaikan akhlak, bahkan Islam mementingkan akhlak. Yang perlu diingat, bahwa
tauhid sebagai sisi pokok/inti, Islam yang memang seharusnya kita utamakan,
namun tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai
hubungan yang erat, Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap
ALLAH, dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang
bertauhid dan baik akhlaknya, berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin
sempurna tauhid seseorang, maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila
seseorang wahhid memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka pembahasan akan dititikberatkan pada “Akhlak Kepada
Sesama Manusia”.
A. Definisi Akhlak
Kata “Akhlak” berasal
dari Bahasa Arab, Jamak dari Khuluq, yang artinya tabiat, budi pekerti, watak,
atau kesopanan.Sinonim kata Akhlak ialah tatakrama, kesusilaan, sopan santun
(Bahasa Indonesia), moral, ethic (Bahasa Inggris), ethos, ethikos (Bahasa
Yunani).
Untuk mengetahui
definisi Akhlak menurut istilah, dibawah ini terdapat beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
a. Ibnu Maskawaih mendefinisikan, Akhlak adalah sikap jiwa
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan (terlebih dahulu);
b. Prof. DR. Ahmad Amin menjelaskan, sementara orang membuat
definisi Akhlak, bahwa yang disebut Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan.
Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu
dinamakan Akhlak;
c. Al-Qurthuby mendefinisikan, Akhlak adalah suatu perbuatan
manusia yang bersumber dari adab kesopanannya yang disebut Akhlak, karena
perbuatan itu termasuk bagian darinya;
d. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mendefinisikan, Akhlak
adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan
baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain);
e. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mendefinisikan, Akhlak adalah
bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan
baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja;
f. Imam Al-Ghazali mendefinisikan Akhlak adalah suatu sifat
yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang
gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka
jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan
akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan
tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.
- Al-Qurthuby menekankan bahwa akhlak itu
merupakan bagian dari kejadian manusia.Oleh karena itu, kata al-khuluk tidak
dapat dipisahkan pengertiannya dengan kata al-khiiqah, yaitu fitrah yang dapat
mempengaruhi perbuatan setiap manusia.
- Imam Al-Ghazaly menekankan, bahwa
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik
atau buruk, dengan menggunakan ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama.
- Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy,
Ibnu Maskawaih dan Abu Bakar Jabir Al-Jazairy menekankan, bahwa Akhlak adalah
keadaan jiwa yang selalu menimbulkan perbuatan yang gampang dilakukan. Meskipun
ketiganya menekankan keadaan jiwa sebagai sumber timbulnya akhlak, namun dari
sisi lain mereka berbeda pendapat, yaitu:
1. Muhammad bin Ilaan
Ash-Shadieqy menekankan hanya perbuatan baik saja yang disebutnya akhlak;
2. Ibnu Maskawaih
menekankan seluruh perbuatan manusia yang disebutnya akhlak;
3. Abu Bakar Jabir
Al-Jazairy menjelaskan perbuatan baik dan buruk yang disebutnya akhlak.
B. Jenis-Jenis Akhlak
Utama akhlak
menyatakan, bahwa Akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang
Shiddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat Syaithan dan orang-orang yang
tercela.
Maka pada dasarnya,
Akhlak itu menjadi 2 (dua) jenis, diantaranya:
a. Akhlak baik atau
terpuji (Al-Akhlaaqul Mahmuudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama
manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak yang baik yaitu akhlak yang diridhoi
oleh ALLAH S.W.T., akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan
diri kita kepada ALLAH yaitu dengan mematuhi segala perintah-Nya dan
meninggalkan semua larangan-Nya, mengikuti ajaran-ajaran dari Sunnah Rasulullah
S.A.W, mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar,
seperti firman ALLAH dalam Surat Ali-Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu adalah
umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang ma’ruf dan mencegah yang
munkar dan beriman kepada ALLAH”.
Akhlak yang baik
menurut Imam Ghazali ada 4 (empat) perkara, yaitu bijaksana, memelihara diri
dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu), dan
bersifat adil. Jelasnya, ia merangkum sifat-sifat seperti berbakti pada
keluarga dan Negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani
mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan ridha
dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.
Akhlak yang baik yaitu
perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain.
Akhlak yang baik terhadap Tuhan antara lain:
1. Bertaubat (At-Taubah), yaitu suatu sikap yang menyesali
perbuatan buruk yang pernah dilakukannya dan berusaha menjauhinya, serta
melakukan perbuatan baik;
2. Bersabar (Ash-Shabru), yaitu suatu sikap yang betah atau
dapat menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Tetapi bukan berarti bahwa
sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan
yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksudkannya adalah sikap yang
diawali dengan ikhtisar, lalu diakhiri dengan ridha dan ikhlas, bila seseorang
dilanda suatu cobaan dari Tuhan;
3. Bersyukur (Asy-Syukru), yaitu suatu sikap yang selalu ingin
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh ALLAH
kepadanya, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Lalu disertai dengan
peningkatan pendekatan diri kepada yang member nikmat, yaitu ALLAH;
4. Bertawakkal (At-Tawakkal), yaitu menyerahkan segala urusan
kepada ALLAH setelah berbuat semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang
diharapkannya. Oleh karena itu, syarat utama yang harus dipenuhi bila seseorang
ingin mendapatkan sesuatu yang diharapkannya, ia harus lebih dahulu berupaya
sekuat tenaga, lalu menyerahkan ketentuannya kepada ALLAH. Maka dengan cara
yang demikian itu, manusia dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya;
5. Ikhlas (Al-Ikhlaash), yaitu sikap menjauhkan diri dari riya
(menunjuk-nunjukkan kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik, maka
amalan seseorang dapat dikatakan jernih, bila dikerjakannya dengan ikhlas;
6. Raja (Ar-Rajaa), yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu
(mengharapkan) sesuatu yang disenangi dari ALLAH S.W.T., setelah melakukan
hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena
itu, bila tidak mengerjakan penyebabnya, lalu menunggu sesuatu yang
diharapkannya, maka hal itu disebut “tamanni”;
7. Bersikap takut (Al-Khauf), yaitu suatu sikap jiwa yang
sedang menunggu sesuatu yang tidak disenangi dari ALLAH, maka manusia perlu
berupaya agar apa yang ditakutkan itu, tidak akan terjadi.
Akhlak yang baik
terhadap sesama manusia antara lain:
1. Belas kasihan atau sayang (Asy-Syafaqah), yaitu sikap jiwa
yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain;
2. Rasa persaudaraan (Al-Ikhaa), yaitu sikap jiwa yang selalu
ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lain, karena ada keterikatan
bathin dengannya;
3. Member nasihat (An-Nashiihah), yaitu suatu upaya untuk
memberi petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan
perkataan, baik ketika orang yang dinasihati telah melakukan hal-hal yang
buruk, maupun belum. Sebab kalau dinasihati ketika ia telah melakukan perbuatan
buruk, berarti diharapkan agar ia berhenti melakukannya. Tetapi kalau
dinasihati ketia ia belum melakukan perbuatan itu, berarti diharapkan agar ia
tidak akan melakukannya;
4. Memberi pertolongan (An-Nashru), yaitu suatu upaya untuk
membantu orang lain, agar tidak mengalami suatu kesulitan;
5. Menahan amarah (Kazmul Ghaizhi), yaitu upaya menahan emosi,
agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap orang lain;
6. Sopan santun (Al-Hilmu), yaitu sikap jiwa yang lemah lembut
terhadap orang lain, sehingga dalam perkataan dan perbuatannya selalu
mengandung adab kesopanan yang mulia;
7. Suka memaafkan (Al-Afwu), yaitu sikap dan perilaku seseorang
yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah diperbuat terhadapnya.
b. Akhlak buruk atau
tercela (Al-Akhlaqul Madzmuumah), yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama
manusia, dan makhluk-makhluk yang lain. Akhlak yang buruk itu berasal dari
penyakit hati yang keji, seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, munafik,
hasud, berprasangka buruk, dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang
buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri,
orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya.
Akhlak yang buruk yaitu
perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia, dan makhluk-makhluk yang lain.
Akhlak yang buruk terhadap Tuhan antara lain:
1. Takabbur (Al-Kibru), yaitu suatu sikap yang menyombongkan
diri, sehingga tidak mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk mengingkari
nikmat Allah yang ada padanya;
2. Musyrik (Al-Isyraak), yaitu suatu sikap yang mempersekutukan
Allah dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggapnya bahwa ada suatu makhluk
yang menyamai kekuasaan-Nya;
3. Murtad (Ar-Riddah), yaitu sikap yang meninggalkan atau
keluar dari agama Islam, untuk menjadi kafir;
4. Munafiq (An-Nifaaq), yaitu suatu sikap yang menampilkan
dirinya bertentangan dengan kemauan hatinya dalam kehidupan beragama;
5. Riya (Ar-Riyaa), yaitu suatu sikap yang selalu menunjuk-nunjukkan
perbuatan baik yang dilakukannya. Maka ia berbuat bukan karena Allah, melainkan
hanya ingin dipuji oleh sesama manusia. Jadi perbuatan ini kebalikan dari sikap
ikhlas;
6. Boros atau berpoya-poya (Al-Israaf), yaitu perbuatan yang
selalu melampaui batas-batas ketentuan agama. Tuhan melarang bersikap boros,
karena hal itu dapat melakukan dosa terhadap-Nya, merusak perekonomian manusia,
merusak hubungan sosial, serta merusak diri sendiri;
7. Rakus atau tamak (Al-Itirshul atau Ath-Thama’u), yaitu suatu
sikap yang tidak pernah merasa cukup, sehingga selalu ingin menambah apa yang
seharusnya ia miliki, tanpa memperhatikan hak-hak orang lain. Hal ini termasuk
kebalikan dari rasa cukup (Al-Qana’ah) dan merupakan akhlak buruk terhadap
Allah, karena melanggar ketentuan larangan-Nya.
Akhlak yang buruk
terhadap sesama manusia antara lain:
1. Mudah marah (Al-Ghadhab), yaitu kondisi emosi seseorang yang
tidak dapat ditahan oleh kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan perilaku
yang tidak menyenangkan orang lain. Kemarahan dalam diri setiap manusia,
merupakan bagian dari kejadiannya. Oleh karena itu, agama Islam memberikan
tuntunan, agar sifat itu dapat terkendali dengan baik;
2. Iri hati atau dengki (Al-Hasadu atau Al-Hiqdu), yaitu sikap
kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan
hidup orang lain bisa hilang sama sekali;
3. Mengadu-adu (An-Namiimah), yaitu suatu perilaku yang suka
memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain, dengan maksud agar hubungan
social keduanya rusak;
4. Mengumpat (Al-Ghiibah), yaitu suatu perilaku yang suka
membicarakan perkataan seseorang kepada orang lain;
5. Bersikap congkak (Al-Ash’aru), yaitu suatu sikap dan
perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya maupun
perkataannya;
6. Sikap kikir (Al-Bukhlu), yaitu suatu sikap yang tidak mau
memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain;
7. Berbuat aniaya (Azh-Zhulmu), yaitu suatu perbuatan yang
merugikan orang lain, baik kerugian materiil maupun non materiil. Dan ada juga
yang mengatakan, bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang lain, termasuk
perbuatan dzalim (menganiaya).
C. akhlak kepada sesama manusia
Akhlak kepada sesama
manusia dapat dikelompokan menjadi:
A. Akhlak terhadap
Orang tua
1. Peranan orang tua
dalam kehidupan seorang anak
Tidak dapat dipungkiri,
bahwa manusia lahir ke dunia ini adalah melalui ibu-bapak.Susah dan payah
dialami oleh ibu dan bapak untuk memelihara anaknya, baik ketika masih dalam
kandungan, maupun setelah lahir ke dunia.Pertama-tama ibu harus mengandung kita
selama kurang lebih 9 bulan.Selama dalam kandungan, ibu menanggung kepayahan,
keletikan dan kesakitan.
Sementara agar beban
yang ditanggung oleh ibu-bapak jangan terlalu berat, maka tiap sebulan sekali
atau setengah bulan sekali diperiksa ke dokter.Hal ini dilakukan demi
keselamatan bayi yang ada dalam kandungan.Demikian pula ketika hendak
melahirkan, perasaan gelisah, takut, sakit menjadi satu, dan nyawa ibulah
sebagai taruhannya.Bersamaan itu pula bapak berdoa agar istrinya melahirkan
dengan selamat, dan anak yang lahir ke dunia juga dalam keadaan selamat dan
sehat.
Setelah bayi lahir ke
dunia, lalu dipelihara dan dijaganya dengan penuh perhatian, disusui, disuapi
makanan, dimandikan, diayun dan dibuai ketika menangis, agar cepat diam dan
tidur.Kalau bayi sakit, ibu dan bapak gelisah pula, mereka mencarikan obat agar
cepat pulih kembali kesehatannya.
Selanjutnya, ibu dan
bapak mengajarkan kita duduk, berdiri, berjalan, bercakap-cakap, bermain-main
dan menjaga agar kesehatan kita tetap baik dan pertumbuhan fisik dan rohaninya
tetap normal.
Ibu-bapak kita benar-benar
berjasa, dan jasanya tidak bias dibeli sama sekali dan tak dapat diukur oleh
apapun juga. Merekalah yang mengusahakan agar kita dapat makan dan membelikan
pakaian untuk kita. Selanjutnya kita dimasukkan ke lembaga pendidikan, mulai
dari sekolah pendidikan dasar sampai menengah dan mungkin sampai ke perguruan
tinggi, agar kita berakhlak baik, teguh mengamalkan ajaran-ajaran agama dan
mempunyai masa depan yang gemilang.
2. Cara berbuat baik
kepada orang tua
Cara berbuata baik
kepada ibu-bapak diantaranya:
a. Mendengarkan
nasihat-nasihatnya dengan penuh perhatian, mengikuti anjurannya dan tidak
melanggar larangannya;
b. Tidak boleh
membentak ibu-bapak, menyakiti hatinya, apalagi memukul. Ibu dan bapak harus
diurus atau dirawat dengan baik;
c. Bersikap merendahkan
diri dan mendoakan agar mereka selalu dalam ampunan dan kasih sayang Allah
S.W.T.;
d. Sebelum berangkat
dan pulang sekolah hendaklah membantu orang tua;
e. Menjaga nama baik
kedua orang tua di masyarakat;
f. Memberi nafkah,
pakaian, dan membayarkan hutangnya kalau mereka tidak mampu atau sudah tua;
g. Menanamkan hubungan
kasih sayang terhadap orang yang telah ada hubungan kasih sayang oleh
ibu-bapaknya;
3. Membiasakan diri
berbuat baik kepada kedua orang tua
Membiasakan diri
berbuat baik kepada kedua orang tua adalah perbuatan yang amat mulia.Bahkan
dianjurkan setiap setelah shalat mendoakan kedua orang tua. Apabila kedua orang
tua itu telah meninggal misalanya, maka kita sebagai anaknya berkewajiban
berbakti kepada mereka seperti:
a. Menyembahyangkan
jenazahnya;
b. Memintakan ampunan
kepada Allah;
c. Menyempurnakan
janjinya;
d. Memuliakan
sahabatnya;
e. Menghubungi anak
keluarganya yang bertalian dengan keduanya.
B. Akhlak terhadap
Saudara
1. Peranan Saudara
dalam kehidupan sehari-hari
Peranan saudara dalam
kehidupan kita sangatlah penting, karena pada dasarnya kita adalah makhluk
sosial yang senantiasa saling bantu-membantu dalam menempuh kehidupannya,
terutama saudaranya yang terdekat.
Oleh karena itu,
saudara masih ada hubungan darah dengan kita, maka merekalah yang paling
pertama kita minta bantuannya.Lebih-lebih bila kita sedang mendapat musibah
atau bencana lainnya, misalnya sakit, kecurian dan sebagainya. Karena itu,
hubungan antara saudara dengan saudara haruslah dipelihara dengan
sebaik-baiknya, jangan sampai retak, jangan sampai timbul hal-hal yang
menyebabkan tali silaturahmi terputus, apalagi kalau sampai timbul perpecahan
atau permusuhan dan percekcokan satu sama lain.
2. Cara berbuat baik
kepada saudara
Cara berbuat baik kepada
saudara diantaranya:
a. Menghormati dan
mencintai mereka. Karena kita dengan saudara asal-mulanya dari ayah dan ibu.
Mencintai mereka sama dengan kita mencintai diri sendiri;
b. Menghormati saudara
yang lebih tua sebagaimana menghormati orang tua, mengindahkan
nasihat-nasihatnya dan tidak menentang perintahnya;
c. Mencintai dan
menyayangi yang lebih kecil dengan penuh kasih sayang sebagaimana orang tua
menyayangi mereka;
d. Saling
bantu-membantu sekuat tenaga, sabar terhadap mereka. Jika bersalah, berilah
peringatan secara halus dan ramah-tamah.
C. Akhlak terhadap
Tetangga
1. Peranan Tetangga
dalam kehidupan seseorang
Kita hidup
ditengah-tengah masyarakat, laksana ikan dengan air.Harus saling menghidupi dan
menjernihkan. Tidak boleh sombong kepada orang lain, terutama dengan kerabat
dan tetangga. Mereka ini adalah saudara kita yang paling dekat dan cepat
menolong dikala kita mendapat musibah atau malapetaka.Meskipun mempunyai family
sekian banyak dan terkemuka, tetapi tak mustahil tempat tinggalnya berjauhan.
Oleh karena itu, dikala
kita mendapat musibah seperti sakit, meninggal dunia, atau kesusahan-kesusahan
lainnya, maka yang paling duluan tampil datang adalah tetangga kita.Karena itu
berlakulah kepadanya secara baik menurut tuntunan agama.
2. Cara berbuat baik
kepada tetangga
Cara berbuat baik kepda
tetangga diantaranya:
a. Menolong dan
membantunya bila membutuhkan pertolongan, walaupun mereka tidak mau membantu
kita;
b. Member hutang bila
meminta bantuan hutang kepada kita;
c. Ikut meringankan
beban dan kesengsaraan bila tetangga itu miskin dan sengsara, sekiranya kita
mempunyai kelebihan;
d. Menjenguknya bila
sakit atau membantunya dengan obat;
e. Bila tetangga ada
yang meninggal dunia, hendaknya ikut belasungkawa, dan mengantarkan jenazahnya
ke kuburnya;
f. Bila tetangga
mendapat kesenangan atau nasib baik dan menggembirakan, sebaiknya menyampaikan
ucapan selamat kepadanya;
g. Ikut meringankan
beban musibah tetangga yang meninggal;
h. Bila ingin membuat
rumah bertingkat, sebaiknya minta izin atau sepengetahuan tetangganya,
disamping minta izin kepada pemerintah;
i. Menghindari
perkataan atau tindakan yang menyakitkan tetangga. Bila berkata atau bertindak
salah, sebaiknya segera minta maaf;
j. Jika boleh
memamerkan sesuatu yang dibeli atau yang dimiliki kepada tetangga, baik berupa
makanan ataupun yang lainnya, bila kita tidak ingin memberinya;
k. Jangan menyalakan
atau membunyikan radio tape recorder atau TV terlalu keras, yang dapat
membisingkan tentangga.
3. Membiasakan diri
berbuat baik terhadap tetangga
a. Supaya senantiasa
berbuat baik terhadap tetangga dalam segala situasi, dalam kehidupan
sehari-harinya hingga meninggalnya tetangga itu;
b. Setiap orang muslim
wajib memuliakan tetangganya, karena memuliakan tetangga merupakan salah satu
akhlak mulia, yang harus dimiliki setiap muslim;
c. Kita diperintahkan
agar suka member makanan kepada tetangga, terutama tetangga yang terdekat.
D. Akhlak terhadap
Sesama Muslim
1. Peranan Persaudaraan
sesame Muslim
Diantara sesama muslim
yang lain adalah bersaudara. Oleh sebab itu, kita harus bersikap baik terhadap
sesama muslim. Mereka itu bagaikan satu anggota badan, bilamana yang satu sakit
atau ditimpa musibah, maka yang lain ikut merasakannya. Misalnya, kalau gigi
seorang sakit, maka anggota badan yang lainnya ikut pula merasakannya. Demikian
pula umat Islam, kalau ada salah seorang dari umat Islam ditimpa malapetaka,
maka yang lain harus ikut merasakannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
bergotong royong dalam meringankan bebannya.
2. Cara berbuat baik
terhadap sesama muslim
Cara berbuat baik
terhadap sesama muslim diantaranya:
a. Member salam;
b. Memenuhi
undangannya, terutama hari pertama dalam walimatul uruz;
c. Saling member
nasihat;
d. Menjenguk ketika
sakit, sambil mendoakan;
e. Mengantarkan jenazah
orang islam;
f. Tidak bermusuhan
selama 3 hari;
g. Tidak boleh bersikap
sombong;
h. Tidak melahirkan
kegembiraan disaat orang Islam yang lain ditimpa kesusahan;
i. Mau membela sesama
muslim;
j. Menjunjung tinggi
kehormatan, harta dan jiwa;
k. Mau mengusahakan
perdamaian kalau terjadi perselisihan diantara sesama muslim;
l. Menutupi rahasianya;
m. Memberi bantuan
disaat membutuhkan;
n. Menyantuni
orang-orang miskin dan lemah di kalangan umat Islam;
o. Ikut membahagiakan
sesama muslim.
3. Membiasakan diri
untuk berbuat baik terhadap sesama Muslim
a. Harus saling
memaafkan;
b. Harus saling
menyelamatkan;
c. Jangan suka
memfitnah;
d. Jangan berbuat
dzalim;
e. Jangan berburuk
sangka;
f. Jangan merusak
E. Akhlak terhadap Kaum
Lemah
1. Pengertian dan cara
berbuat baik kepada kaum lemah
Kaum lemah adalah
orang-orang yang belum memiliki kemampuan dalam segala hal atau bidang
tertentu.Tidak memiliki kemampuan ini biasanya menjadi penghambat untuk
mencapai keinginannya (cita-citanya).Sebagai contoh yang termasuk orang-orang
lemah misalnya, orang bodoh (tak berilmu pengetahuan), orang miskin (tak
berharta), dan sebagainya.
Ajaran Islam telah
menegaskan, bahwa siapa yang menolong orang lemah, niscaya Allah akan
memberikan pertolongan. Sebaliknya mereka yang tidak mau menolong kaum lemah,
niscaya Allah tidak menyukainya.
Pertolongan itu
tidaklah hanya dilakukan terhadap sesama pemeluk agama Islam belaka, tetapi
setiap pemeluk agama Islam harus pula melakukan pertolongan kepada sesama umat
manusia, sekali pun lain agama.Bukankah agama Islam memerintahkan agar kita
tetap berbakti kepada orang tua, sekali pun kedua-duanya berlainan agama dengan
kita, juga memerintahkan kepada kita agar tetap berbuat baik kepada tetangga,
sekali pun mereka itu orang-orang yang musyrik.Demikian pula terhadap seluruh
umat manusia, baik Islam maupun bukan, kita harus selalu berakhlak baik kepada
mereka, harus berkata dengan perkataan yang bagus dan harus memperlakukan
mereka dengan layak.
Pada hakikatnya menolong
manusia berarti juga menolong diri sendiri. Misalnya kita menjadi orang kaya
yang sibuk dengan pekerjaannya, kemudian kita menolong beberapa orang yang
menganggur dengan memberikan pekerjaan kepada mereka dalam satu perseroan
terbatas yang kita pimpin. Tentu saja kerja mereka memberikan keuntungan kepada
kita.Disinilah letak rahasinya, kita memperoleh rahmat Allah baik langsung
maupun tidak, di dunia dan kelak di akhirat.
Sewajarnyalah bagi
setiap pemuda dan pemudi yang masih berusia muda belia, segar bugar, sehat
jasmani dan rohaninya mempunyai rasa kasih sayang kepada orang-orang lemah.
Misalnya kepada orang cacat fisiknya atau mentalnya, orang yang lanjut usia,
dan orang yang ditimpa kemiskinan. Generasi tua telah memberikan tauladan yang
baik yang patut ditiru oleh generasi yang lahir pada periode berikutnya.
2. Membiasakan diri
berbuat baik kepada kaum lemah
a. Menunjukkan kepada
orang lain yang tersesat, dan menuntut orang buta di jalan yang ramai;
b. Memberikan tempat
duduk kepada orang yang telah tua, orang buta, anak-anak dan wanita waktu
berdesak-desakan kendaraan dalam bis, kereta api, dan sebagainya;
c. Memberi sedekah
kepada peminta-minta dengan sikap yang baik;
d. Memberikan bantuan
kepada panti asuhan yatim piatu dan rumah miskin;
e. Memberikan bantuan
kepada korban bencana alam, berupa uang, pakaian, dan obat-obatan;
f. Menganggap pembantu
rumah tangga sebagai anggota keluarga sendiri;
g. Suka menolong orang
lain yang sangat memerlukan bantuan, diantaranya membantu orang miskin, orang
cacat mental, orang cacat jasmani, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar